Untukmu Sekarangku, Pria Kesayanganku
Halo! Maaf sapaku terlalu kaku
Priaku, sekarangku.. untuk jalan
kita yang tak pasti, untuk hubungan kita yang tak bernama, untuk rasa yang
masih besar dan ego yang tinggi- yakinkah kau bahwa kita mampu menghadapi
tembok penghalang itu- restu dari semesta yang enggan datang lagi?
Tentu kau katakan kita bisa,
kita mampu. Tapi, atas kepergianmu yang tanpa aba-aba dulu itu, yang tak pernah
ku amini itu, membuatku selalu mendapatkan diri dalam ketidaknyaman saat
memikirkan ulang ini. Bukan karena tak ingin kembali merapal asa-asa yang lalu
lagi. Hanya saja aku mencemaskanmu, takut menyakitimu.
Semakin kita bersama, berharap
peroleh restu yang mudah, semakin besar pula sakit yang kan kita dapatkan. Aku
hanya tak ingin menjadi saling diam, tanpa tegur sapa saat restu tak kunjung
menghampiri kita setelah bersama dan banyak hal yang kamu korbankan demi
mengubah tabiatmu. Aku bukan pesimis, juga bukan memperlihatkan idealisme ku
atas segala kemungkinan yang ada.
"Tak pernah ku sediakan
ruang untuk yang lain setelah kepergianmu. Sebegitulah aku ingin kita kembali
mewujudkan asa ini"
Aku tahu kamu bukan tipe manusia
yang mudah menyerah. Aku tahu kamu tipe manusia yang cukup berpikiran positif.
Yang menjalani hidup seperti air mengalir tanpa banyak pertimbangan idealisme
seperti orang kebanyakan.
Karena itu sayangku, sekarangku,
atas hubungan kita yang tak pasti dan keputusan untuk tetap bersama, mohon
dengarkanlah permintaanku ini!
Tetaplah kuat, tetaplah
bertahan, tetaplah mengulang-ulang doa itu agar ia sampai pada kepantasan kita
untuk bersanding nanti. Tetaplah berpegangan tangan saat ujian kita semakin
besar dan memuncak. Jika nanti kamu hampir tidak sanggup, tolong pegang dadamu,
tolong katakan pada hatimu bahwa kamu selalu menyimpan aku di sana.
Kita serahkan pada Tuhan atas
cinta ini. Kelak bahagia pun kan datang- meski ujungnya bukan "kita".
Selanjutnya, mungkin hanya ada
kata maaf dariku sebagai penguatmu.
Maaf karena tembok penghalang
kita sudah tinggi, tak satu pun impian kita bisa aku wujudkan. Maaf aku tak
bisa memberikanmu dua orang anak-anak yang hebat. Maaf tak bisa merapikan
pakaianmu dan mendaratkan ciumanku saat kamu akan pergi bekerja. Dan maaf kita tak memakai arsitek yang sama untuk
membangun rumah impian bagi keluarga kecil kita. Sekarangku, mohon maafkanlah
aku atas ketidakberdayaanku melawan takdir.
Dan terimakasih atas segala
indah yang pernah kamu bagi. Terimakasih untuk selalu menggenggam tanganku yang
dingin, memberikan pundakmu ketika tak satu pun mampu menenangkan hatiku.
Terimakasih telah kembali dan mau berubah serta berkorban. Terimakasih telah
menjagaku dan menjadi manusia yang gemar berujar maaf saat kita bertengkar.
Tuhan tau yang terbaik untuk
kita. Aku harap kau pun bahagia nantinya dengan yang tertakdirkan untukmu
Yang terakhir, tetaplah begitu.
Tetaplah jadi manusia bertangan hangat, yang usapnya lembut, yang tatapannya
selalu bicara cinta. Yang hatinya sungguh ingin ku jadikan rumah tempat ku
pulang. Jangan buang muka mu ketika nanti kita tak sengaja bertemu meski kau
bersama dia yang telah menggantikan tempatku kini. Anggaplah aku saudaramu,
seperti yang kamu lakukan terhadap mereka yang mengisi hatimu sebelum aku.
-Dari aku yang tak pernah
mematikan hatinya untukmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar